PELESTARIAN FUNGSI HUTAN DAN LINGKUNGAN HIDUP
DALAM PERSPEKTIF HUKUM
LINGKUNGAN
A. Pendahuluan
Masalah
atau persoalan pelestarian fungsi
lingkungan hidup umumnya dan fungsi hutan pada khususnya merupakan issue tradisional, kontemporer dan
bahkan menjadi issue modern secara internasional. Hal ini karena issue ini
sudah sejak dahulu kala sampai dewasa ini telah timbul dan menjadi persoalan
aktual dan mendunia secara internasional dan bahkan untuk masa yang akan datang
akan tetap menjadi issue global secara internasional.
Banyak pandangan orang pesimis yang berpendapat bahwa persoalan
atau
masalah pelestarian fungsi lingkungan hidup pada umumnya dan fungsi
hutan pada khususnya tidak selesai sampai pada akhir zaman. Pemikiran bernuansa
skeptis tersebut disamping karena sifat persoalan pelestarian fungsi hutan dan
fungsi lingkungan hidup tersebut yang sangat kompleks juga karena upaya-upaya
untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelestarian fungsi hutan dan
fungsi lingkungan hidup tersebut senantiasa selalu berhadapan dengan upaya
pemenuhan kebutuhan ekonomi yang sering diliputi keserakahan/ketamakan nafsu
manusia baik manusia secara alamiah maupun manusia dalam bentuk non alamiah
yaitu bentuk badan hukum (rechtspersoon,
korporasi).
Namun terlepas dari adanya pesimisme tersebut
diatas, berbagai upaya perlu ditetapkan dan dilakukan secara teratur,
interaksi interdisiplin ilmu pengetahuan, konsisten dan terpadu lintas instansi
terkait termasuk melalui upaya penegakan hukum (law enforcement) yang disinergikan dengan upaya-upaya lain.
Perhatian dunia
terhadap masalah pelestarian
fungsi hutan dan lingkungan
hidup ini dimulai di kalangan Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) pada waktu diadakan peninjauan terhadap hasil-hasil gerakan
“Dasawarsa Pembangunan Dunia I (1960-1970)” guna merumuskan strategi terhadap
gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia II
(1970-1980)”. Sekretaris Jenderal PBB
membuat laporan yang diajukan
kepada Sidang Umum
PBB pada tahun 1969 dengan Nomor laporan 2581 (XXIV)
pada tanggal 15 Desember 1969. Dalam laporannya menyatakan betapa mutlak
perlunya dikembangkan “sikap dan tanggapan baru” terhadap lingkungan hidup
untuk menangani masalah-masalah lingkungan hidup itu adalah demi pertumbuhan
ekonomi dan sosial khususnya mengenai perencanaan, pengelolaan dan pengawasan
terhadap lingkungan hidup (Koesnadi
Hardjasoemantri, 2005 : 6-7).
Dampak positip dan output pada Sidang Umum PBB tersebut, PBB menerima
tawaran dari pemerintah Swedia untuk menyelengarakan Konferensi PBB tentang
Lingkungan Hidup Manusia (United Nations
Conference On The Human Environment) di Stockholm-Swedia pada tanggal 5-16 Juni
1972 yang diikuti 113 negara dan beberapa puluhan peninjau serta output hasil
dari Konferensi tersebut melahirkan suatu resolusi khusus menetapkan secara
resmi setiap tgl 5 Juli adalah sebagai Hari Jadi Lingkungan Hidup Sedunia”
berdasarkan dengan Resolusi Sidang Umum PBB No.2997 (XXVII) pada tanggal 15
Desember 1972 (Danusaputro, 1980 :
210-216).
Indonesia sendiri sejak menyatakan kemerdekaannya pada tahun 1945
memberikan perhatian terhadap pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan
hidup. Hal ini dapat dilihat pada UUD 1945 (sebagai landasan konstitusional
negara, bangsa) yang menyatakan bahwa “segala bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan/diperuntukkan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. tertinggi dikuasai oleh Negara (Pasal 33 ayat 3 UUD 1945).. Pernyataan
ini lebih jelas dan tegas lagi diatur dalam Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UU Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 (yang selanjutnya disebut dengan UUPA) yang
berbunyi : “ Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan
Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan
kekayaan nasional (Pasal 1 ayat 2 UUPA)
Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang dasar
1945 dan hal-hal sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 2 UUPA tersebut
diatas bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat ( Pasal 2 ayat 1, UUPA).
Hak menguasai dari Negara memberi wewenang untuk :
a. Mengatur dan menyelenggarakan, peruntukkan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan
hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan
hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air
dan ruang angkasa (Pasal 2 UUPA)
Wewenang
yang
bersumber pada hak menguasai dari Negara digunakan untuk
mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan
dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka,
berdaulat, adil dan makmur. Hak menguasai dari Negara tersebut pelaksanaannya
dapat dikuasakan kepada daerah-daerah dan masyarakat-masyarakat hukum adat
sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut
ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.
Sumber
daya alam dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat serta pengaturannya ditentukan oleh Pemerintah. Untuk melaksanakan
pengaturan tersebut Pemerintah :
a. Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam
rangka pengelolaan lingkungan hidup.
b. Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan,
pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan kembali sumber daya alam termasuk
sumber daya genetika.
c. Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum
antara orang dan/atau subjek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan
termasuk sumber daya genetika.
d. Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak
sosial.
e. Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian
fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 8
ayat 1 dan 2, Bab IV tentang Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup UU No.23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut
dengan UUPLH).
Wewenang Hak menguasai dari Negara ini dipergunakan
untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dilakukan melalui proses dan
tahap pembangunan. Pembangunan itu sendiri di dalam dirinya mengandung berbagai perubahan besar yang
meliputi perubahan struktur ekonomi, perubahan pisik wilayah, perubahan pola
komsumsi, perubahan sumber daya alam dan lingkungan hidupnya, perubahan
teknologi dan perubahan sistem nilai dalam masyarakat. Perubahan demi perubahan
ini membawa dampak positif serta dampak negatif dan masalah dalam aspek hidup
dan kehidupan ummat manusia.
B. Permasalahan
Berkaitan dengan pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup
ditinjau atau dalam perspektif hukum lingkungan yang berlaku di Indonesia, maka
permasalahannya antara lain :
1. Bagaimana dan apa tanggung
jawab masyarakat Indonesia dan Internasional dalam pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup
sesungguhnya ?
2. Bagaimana dan apa fungsi dan peranan hutan dan
lingkungan hidup terhadap hidup dan kehidupan manusia ?
3. Bagaimana sistem dan pelaksanaan pengelolaan
hutan dan lingkungan hidup dalam tata hukum lingkungan hidup ?
C. Pelestarian Fungsi Hutan dan
Fungsi Lingkungan Hidup
Secara etimologi kata, kata pelestarian ini berasal dari kata “lestari”
yang mempunyai makna langgeng, tidak berubah, abadi, sesuai dengan keadaan
seperti semula. Apabila kata lestari ini dikaitkan dengan lingkungan hidup maka berarti bahwa lingkungan hidup itu tidak
boleh berubah, harus langgeng dan harus sesuai dengan keadaan seperti semula
atau tetap dalam keadaan seperti aslinya semula (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 :
98).
Pelestarian fungsi lingkungan hidup diartikan
sebagai rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan
lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
Pelestarian daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk
melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau
dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Daya tampung lingkungan hidup
adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen
lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Pelestarian daya tampung
lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan
hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya
(Pasal 1 butir 5,6,7,8,9 UUPLH)
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kehutanan adalah
sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan dan hasil
hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Kawasan hutan adalah wilayah
tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, non
hayati dan turunannya serta jasa yang berasal dari hutan (Pasal 1 butir a, b, c, k, dan m, Bab I tentang Ketentuan Umum UU No.
41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, yang selanjutnya disebut dengan UUK).
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain. Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap
usaha dan/atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup. Setiap rencana uasaha dan/atau kegiatan yang
kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup, wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan hidup yang disingkat
dengan AMDAL (Pasal 1 butir 1, Pasal 14
ayat 1 dan Pasal 15 ayat 1, Bab I
tentang Ketentuan Umum dan Bab V tentang Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup UUPLH).
“Pelestarian
kemampuan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup yang serasi dan seimbang”
membawa kepada kesarasian antara “pembangunan” dan fungsi hutan dan fungsi
lingkungan hidup”, sehingga kedua pengertian itu tidak dipertentangkan satu
dengan yang lain. Adapun “pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup”
yang bermakna melestarikan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup itu an sich digunakan dalam rangka kawasan
pelestarian hutan, sumber daya alam lingkungan hidup dan kawasan suaka alam.
Pembangunan di berbagai aspek hidup dan kehidupan bertujuan dan
mempunyai arti untuk mengadakan perubahan, membangun adalah merubah sesuatu
untuk mencapai tarap peningkatan dan tarap yang lebih baik. Apabila dalam
proses pembangunan itu terjadi dampak yang kurang baik terhadap fungsi hutan dan fungsi lingkungan
hidup, maka haruslah dilakukan upaya untuk meniadakan atau mengurangi dampak negatif tersebut
sehingga keadaan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup menjadi serasi dan
seimbang lagi. Dengan demikian maka yang dilestarikan bukanlah “lingkungannya an sich”, akan tetapi “kemampuan
lingkungan hidup”. Kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang inilah
yang perlu dilestarikan sehingga setiap perubahan yang diadakan selalu disertai
dengan upaya mencapai keserasian dan keseimbangan lingkungan pada tingkatan
yang baru.
Perhatian
terhadap pelestarian fungsi hutan ditindaklanjuti oleh masyarakat internasional
dan organisasi PBB terjadi pada Konferensi Tingkat Tinggi Bumi yang diadakan
oleh PBB di Rio de Janeiro Brazil pada tanggal 3-14 Juni
1992. konferensi ini dinamakan United Nations Conference on Environment and Development yang disingkat UNCED dihadiri oleh 177 kepala-kepala
negara dan wakil-wakil pemerintah yang berkumpul di Rio de Janeiro dan dihadiri juga oleh wakil badan-badan lingkungan
PBB dan lembaga-lembaga lainnya.
Konferensi ini telah melahirkan sebuah konsensus dokumen
perjanjian yang dinamakan Concervation
and Sustainable Development of all Types of Forrest (Forrestry Principles). Konsensus perjanjian ini membuat
prinsip-prinsip kehutanan dan merupakan konsensus internasional yang terdiri
dari 16 pasal yang mencakup aspek pengelolaan, aspek konservasi serta aspek
pemanfaatan dan pengembangan, bersifat tidak mengikat secara hukum dan berlaku
untuk semua jenis hutan (Koesnadi
Hardjasoemantri, 2005 : 19-21).
Selanjutnya Koesnadi Hardjasoemantri menguraikan bahwa dalam
Mukadimah Forrestry Prnciples
dicantumkan kandungan prinsip-prinsip kehutanan sebagai berikut :
1. persoalan kehutanan terkait dengan keseluruhan
jangkauan masalah dan kesempatan
lingkungan dan pembangunan termasuk hak atas pembangunan sosial-ekonomi
yang berkelanjutan.
2. tujuan arahan dari prinsip-prinsip ini adalah
untuk memberikan saham pada pengelolaan, konservasi dan pembangunan hutan
berkelanjutan serta untuk menjamin fungsi dan pemanfaatannya yang beragam dan
saling melengkapi.
3. masalah dan kesempatan kehutanan harus dilihat
dengan cara yang holistik dan seimbang dalam keseluruhan konteks lingkungan
hidup dan pembangunan dengan mempertimbangkan fungsi dan pemanfaatan hutan yang
beragam termasuk pemanfaatan tradisional, dan tekanan ekonomi dan sosial yang
mungkin timbul bila pemanfaatannnya dihambat atau dibatasi, sebagaimana pula
potensinya bagi pembangunan yang dapat diberikan oleh pengelolaan hutan
berkelanjutan.
4. prinsip-prinsip ini mencerminkan konsensus
global pertama mengenai hutan. Dalam memberikan komitmennya untuk melaksanakan
prinsip-prinsip ini dengan tepat, negara-negara juga memutuskan untuk
senantiasa membuat penilaian tentang prinsip-prinsip ini apakah masih memadai
sehubungan dengan pengembangan kerja sama internasional dalam masalah-masalah
hutan.
5. prinsip-prinsip ini berlaku untuk semua jenis
hutan, baik hutan alam maupun hutan tanaman di semua wilayah geografis dan zona
iklim, termasuk hutan austral, boreal,
sub-temperate dan temperate, sub-tropis dan tropis .
6. semua jenis hutan mewujudkan prose-proses
ekologis yang kompleks dan unik yang merupakan dasar bagi kapasitasnya sekarang
dan kapasitas potensialnya untuk menyediakan sumber daya guna memenuhi
kebutuhan manusia maupun nilai-nilai lingkungan dan dengan demikian pengelolaan
dan konservasinya yang tepat merupakan kepentingan bagi pemerintah dari
negara-negara yang mempunyai hutan tersebut serta mempunyai nilai bagi
masyarakat setempat dan bagi lingkungan
secara menyeluruh.
7. hutan adalah esensial bagi pembangunan ekonomi
dan pemeliharaan segala bentuk kehidupan.
8. mengakui bahwa tanggung jawab pengelolaan
hutan, konservasi dan pembangunan berkelanjutan
di banyak negara dialokasikan di antara tingkat pemerintah federal/nasional,
negara bagian/propinsi dan lokal, maka setiap negara sesuai dengan konstitusi
dan atau perundang-undangan nasionalnya harus mengikuti prinsip-prinsip ini pada tingkat
pemerintahan yang sesuai (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 21-22).
Di Indonesia perhatian pokok terhadap
masalah pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup diatur dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional yang ditetapkan pada
tanggal 19 Januari 2005 di dalam Peraturan Presiden RI No.7 Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. Peraturan
Presiden ini mengatur tentang ketentuan pengelolaan lingkungan hidup yang
tercantum dalam Bab 32 tentang Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup. Di dalam Peraturan Presiden tersebut
dikemukakan permasalahan pokok sebagai berikut :
a. terus
menurunnya kondisi hutan Indonesia.
b. kerusakan
Daerah Aliran Sungai (DAS).
c. habitat
ekosistem pesisir dan laut semakin rusak.
d. citra
pertambangan yang lingkungan hidup.
e. tingginya
ancaman terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity).
f. pencemaran air semakin meningkat.
g. kualitas
udara, khususnya di kota-kota besar semakin menurun.
h. sistem
pengelolaan hutan secara berkelanjutan belum optimal dilaksanakan.
i. pembagian
wewenang dan tanggung jawab pengelolaan hutan belum jelsa.
j. lemahnya penegakan hukum (law enforcemant) terhadap kegiatan pembalakan (illegal logging)
dan penyeludupan kayu.
k. rendahnya
kapasitas pengelolaan kehutanan.
l. belum
berkembangnya pemanfaatan hasil hutan non kayu dan jasa-jasa lingkungan.
m. belum
terselesaikannya batas wilayah laut dengan negara tetangga.
n. potensi
kelautan belum didayagunakan secara optimal.
o. merebaknya
pencurian ikan dan pola penangkapan yang
merusak lingkungan hidup.
p. pengelolaan
pulau-pulau kecil belum optimal.
q. sistem
mitigasi bernuansa alam belum dikembangkan.
r. ketidakpastian
hukum di bidang pertambangan.
s. tingginya
tingkat pencemaran dan belum dilaksanakannya pengelolaan limbah buangan secara terpadu dan sistematis.
t. adaptasi kebijakanterhadap perubahan
iklim (climate change) dan pemanasan
global (global warming) belum
dilaksanakan.
u. alternatif pendanaan lingkungan belum dikembangkan.
v. issu lingkungan global belum diteriama
dan diterapkan dalam pembangunan nasional dan daerah.
w. belum
harmonisnya peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.
x. masih rendahnya kesadaran masyarakat
dalam pemeliharaan lingkungan hidup (Bab
32 tentang Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi
Lingkungan Hidup, Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang RPJM Nasional
Thn.2004-2009).
Pengelolaan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup berazaskan
pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang
pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia.
Pengertian pelestarian mengandung makna
tercapainya kemampuan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup yang serasi dan
seimbang dan peningkatan kemampuan tersebut. Hanya dalam lingkungan yang serasi
dan seimbang dapat dicapai kehidupan yang optimal.
D. Ekologi dan Ekosistem Hutan dan Lingkungan
Hidup
Segala sesuatu di dunia alam semesta ini erat
hubungannya satu dengan yang lain. antara makhluk hidup manusia dengan makhluk hidup
manusia lainnya, antara makhluk hidup manusia dengan makhluk hidup binatang
atau hewan, antara makhluk hidup manusia dengan makhluk hidup tumbuh-tumbuhan
dan bahkan antara makhluk hidup manusia dengan benda-benda mati sekalipun.
Begitu pula sebaliknya hubungan antara makhluk hidup hewan atau binatang dengan
makhluk hidup manusia, antara makhluk hidup hewan atau binatang dengan makhluk
hidup tumbuh-tumbuhan, antara makhluk hidup binatang atau hewan dengan
benda-benda mati yang ada disekelilingnya dan juga hubungan antara makhluk
hidup tumbuh-tumbuhan dengan makhluk hidup manusia, antara makhluk hidup
tumbuh-tumbuhan dengan makhluk hidup hewan atau binatang yang ada dan antara
mahkluk hidup tumbuh-tumbuhan dengan benda-benda mati yang ada disekelilingnya.
Pengaruh antara satu komponen dengan lain komponen ini bermacam-macam bentuk
dan sifatnya. Begitu pula aksi dan reaksi sesuatu golongan atas pengaruh dari
yang lainnya juga berbeda.
Sesuatu peristiwa yang menimpa diri seseorang dapat
disimpulkan sebagai resultante berbagai
pengaruh pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup di sekitarnya. Begitu
banyak pengaruh yang mendorong manusia
kedalam sesuatu kondisi tertentu sehingga adalah wajar jika manusia tersebut
kemudian juga berusaha untuk mengerti apakah sebenarnya yang mempengaruhi
dirinya dan sampai berapa besarkah pengaruh-pengaruh tersebut terhadap
pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup.
Secara etimologi kata “ekologi”
berasal dari kata oikos yang berarti
rumah dan logos berarti ilmu pengetahuan yang diperkenalkan pertama kali dalam
bidang ilmu pengetahuan biologi oleh seorang biolog berkebangsaan Jerman bernama
Ernst Hackel pada tahun 1869 (Koesnadi
Hardjasoemantri, 2005 : 2).
Menurut Otto Soemarwoto ekologi adalah ilmu pengetahuan
tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannnya.
Selanjutnya Otto Soemarwoto menjelaskan bahwa ada beberapa studi-studi ekologi
meliputi berbagai bidang antara lain :
a. studi ekologi sosial, sebagai suatu studi
terhadap relasi sosial yang berada di tempat tertentu dan dalam waktu tertentu
dan yang terjadinya oleh tenaga-tenaga lingkungan yang bersifat selektif dan
distributif.
b. Studi ekologi manusia sebagai suatu studi
tentang tentang interaksi antara aktivitas manusia dan kondisi alam.
c. Studi ekologi kebudayaan sebagai suatu studi
tentang hubungan timbal balik antara variable
habitat yang paling relevant dengan inti kebudayaan.
d. Studi ekologi pisik sebagai suatu studi
tentang lingkungan hidup dan sumber daya alamnya.
e. Studi ekologi biologi sebagai suatu studi
tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup terutama hewan dan tumbuh-tumbuhan
dan lingkungannya (Otto Soemarwoto, 1981
: 6-7).
Di
dalam ekologi terdapat masyarakat organisme hidup (biotic community) yang menggambarkan komposisi kehidupan
organisme-organisme hidup di dalamnya saling berhubungan dan membutuhkan.
Misalnya biotic community dikalangan
tanaman atau tumbuh-tumbuhan dalam hutan belantara ditemukan beberapa pohon
raksasa yang umurnya beribu-ribu tahun tetapi jumlahnya hanya sedikit, di
bawahnya akan terdapat pohon-pohon yang kecil namun lebih banyak tingkat
populasinya, di bawahnya lagi ditemui berupa suatu kumpulan pohon-pohon yang
lebih kecil seperti tanaman bunga-bungaan dan akhirnya sebagai dasar adalah
tanaman rerumputan yang banyak sekali tetapi umurnya amat pendek. Di dalam dan
di tengah-tengah hutan ditemui pula
kehidupan makhluk hidup binatang-binatang atau hewan yang hidup disana mulai
dari binatang gajah yang umurnya ratusan tahun tetapi jumlah tingkat populasinya
sedikit sampai pada binatang semut atau binatang yang lebih kecil lagi yang
umurnya sangat pendek tetapi jumlah tingkat populasinya amat banyak (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 2-3).
Jadi
Ekologi adalah suatu studi ilmu pengetahuan tentang hubungan timbal balik
antara makhluk hidup manusia dengan makhluk hidup manusia lainnya, makhluk
hidup manusia dengan tumbuh-tumbuhan (tanaman-tanaman), makhluk hidup manusia
dengan binatang atau hewan, makhluk hidup manusia dengan benda-benda mati di
sekelilingnya dan sebaliknya hubungan timbal balik terjadi sesama makhluk
hidup.
Ekosistem merupakan suatu kondisi di suatu daerah tertentu
komunitas benda-benda mati (abiotic
community) dimana di dalamnya
tinggal dan terdapat suatu komposisi komponen organisme hidup (biotic community) yaitu makhluk hidup
manusia, makhluk hidup tumbuh-tumbuhan dan makhluk hidup binatang atau hewan
yang diantara abiotic dan biotic community keduanya terjalin suatu
interaksi yang harmonis stabil dan saling membutuhkan terutama dalam jalinan
bentuk-bentuk sumber energi kehidupan (Koesnadi
Hardjasoemantri, 2005 : 3).
Selanjutnya Koesnadi Hardjasoemantri menjelaskan bahwa ada 2
(dua) jenis bentuk ekosistem yaitu ekosistem alamiah (natural ecosystem) dan ekosistem buatan (artficial ecosystem) yang merupakan hasil daya kreasi, cipta dan
daya kerja manusia terhadap ekosistemnya. Ekosistem alamiah terdapat
heterogenitas yang tinggi dari organisme hidup disana sehingga mampu
mempertahankan proses kehidupan di dalamnya dengan sendirinya. Sedangkan
ekosistem buatan akan mempunyai ciri kurang ke heterogenitasannya sehingga
bersifat labil dan untuk membuat ekosistem tersebut tetap stabil perlu
diberikan bantuan energi dari luar yang juga harus diusahakan oleh manusia
sebagai penciptanya agar berbentuk suatu usaha maintenance atau perawatan terhadap ekosistem yang dibuat itu (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 3 )
Betapapun macam dan bentuk
ekosistem itu tercipta yang penting bagaimana ekosistem tersebut menjadi
stabil, sehingga manusianya bisa tetap hidup dengan teratur dari generasi
pertama ke generasi seterusnya selama dan sesejahtera mungkin. Disamping itu
perlu disadari pula bahwa manusia harus berfungsi sebagai subjek dari
ekosistemnya. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam daerah lingkungan
hidupnya mau tidak mau akam mempengaruhi eksistensi manusianya, karena manusia
akan banyak sekali bergantung pada ekosistemnya (Fuad Amsyari, 1981 : 35-44).
Ekologis dan ekosistem pelestarian fungsi
lingkungan hidup pada umumnya dan fungsi hutan pada khususnya sangat penting
tidak hanya disebabkan menyangkut arti dan fungsi hutan keterkaitannya dengan
pelestarian lingkungan hidup, secara khusus juga dalam aspek pembangunan
perumahan dan permukiman ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam
melaksanakan pembangunan perumahan dan permukiman tersebut. Dalam konsiderans
UU No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman butir C, yang selanjutnya disebut dengan UUPP
menyatakan “bahwa peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan
permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga
merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan
ekonomi dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin
kelestarian lingkungan hidup dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia
Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara” (Konsiderans UUPP).
Contoh aspek pembangunan perumahan dan
permukiman, ada beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dalam melaksanakan pembangunan perumahan dan permukiman
berkelanjutan diantaranya :
a. prinsip konservasi (Principle of Conservation) mengarahkan kepada pemeliharaan sumber
daya alam yang telah mencapai tingkastan tertentu guna memperbaharui dan
menghindari terjadinya penelantaran sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui. Prinsip konservasi ini bertujuan untuk melindungi kualitas mutu
lingkungan hidup.
b. prinsip peningkatan (principle
of Amelioration) bertujuan untuk peningkatan kualitas fungsi lingkungan
hidup.
c.
Prinsip
kehati-hatian dan pencegahan (precaution
and prevention principles) merupakan prinsip tindakan hati-hati dan pencegahan terhadap sumber terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
d. Prinsip perlindungan (protection principle) meliputi pencegahan aktivitas berbahaya dan
melakukan tindakan-tindakan yang tegas guna menjamin tidak terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Prinsip ini membuat perencanaan
ekologis dan manajemen yang lebih luas termasuk dibuatnnya peraturan-peraturan
pelaksana, prosedur dan kelembagaan dalam skala nasional. Sehingga itu
diperlukan suatu pendekatan.yang terintegrasi dalam konservasi sumber daya alam
secara sektoral guna melakukan kebijakan lingkungan hidup secara terpadu dengan
memperhatiokan adanya keterkaitan antar komponen-komponen lingkungan hidup
dalam ekosistem.
e. Prinsip pencemar membayar. (pollunter pays principles) yang
merupakan perintah bahwa pencemar wajib membayar untuk memikul baiaya
pencegahan pencemaran lingkungan hidup, pemerintah memautuskan untuk memelihara
baku mjutu lingkungan hidup (Alvi
Syahrin, 2003 : 85-87).
E. Arti, Fungsi dan Peranan
Kehutanan Dan Lingkungan Hidup
Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang
nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi,
sosial budaya maupun ekonomi secara seimbang dan dinamis.Untuk itu hutan harus
diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi
kesejahteraan rakyat atau masyarakat Indonesia baik generasi sekarang maupun
generasi yang akan datang.
Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga
kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi ummat manusia, oleh
karena itu dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan
penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia
internasional menjadi sangat pentingdengan tetap mengutamakan kepentingan
nasional. Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka
penyelengaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan,
keadilan dan berkelanjutan. Oleh karena itu penyelengaraan kehutanan harus
dilakukan dengan azas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan keterbukaan dan keterpaduan
dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggung-gugat.
Penguasaan hutan oleh negara bukan merupakan pemilikan tetapi
negara memberikan wewenang kepada pemerintah mengatur dan mengurus segala sesuatu
yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. Menetapkan kawasan
hutan dan atau mengubah status kawasan hutan, mengatur dan menetapkan hubungan
hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan serta
mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan. Selanjutnya pemerintah mempunyai
wewenang untuk memberikan izin dan hak kepada pihak lain untuk melakukan
kegiatan dibidang kehutanan. Namun demikian untuk hal-hal tertentu yang sangat
penting, berkala dan berdampak luas serta bernilai strategis, pemerintah harus
memperhatikan aspirasi rakyat melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan manfaat lingkungan, manfaat sosial
budaya dan manfaat ekonomi, pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan
luas kawasan hutan dalam daerah aliaran sungai dan atau pulau dengan sebaran
yang proporsional.
Sumber daya hutan mempunyai pera penting dalam penyediaan hutan
bahan baku industri, sumber pendapatan, menciptakan lapangan dan kesempatan
kerja. Hasil hutan merupakan komoditi yang dapat diubah menjadi hasil olahan
dalam upaya mendapat nilai tambah serta membuka peluang kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha. Upaya pengolahan hasil hutan tersebut tidak boleh
mengakibatkan rusaknya hutan sebagai sumber bahan baku industri. Agar selalu
terjaga keseimbangan antara kemampuan penyediaan bahan baku dengan industri
pengolahannnya, maka pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri pengolahan
hulu hasil hutan diatur oleh menteri yang membidangi kehutanan. Pemanfaatan
hutan tidak terbatas hanya produksi kayu dan hasil hutan bukan kayu, tetapi
harus diperluas dengan pemanfaatan lainnya seperti plasma nutfah dan jasa
lingkungan sehingga manfaat hutan lebih optimal
Dilihat dari sisi fungsi produksinya, keberpihakan kepada
rakyat banyak merupakan kunci keberhasilan pengolahan hutan. Oleh karena itu
praktek-praktek pengolahan hutan yang
hanya berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak dan melibatkan
masyarakat, perlu diubah menjadi pengolahan yang berorientasi pada seluruh
potensi sumber daya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat.
Dalam rangka memperoleh manfaat yang optimal dari hasil hutan
dan kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat, maka pada prinsipnya semua
hutan dan kawasan hutan dapat dimanfaatkan dengan memperhatikan sifat,
karekteristik dan kerentaannya serta tidak dibenarkan mengubah fungsi pokoknya.
Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan harus disesuaikan dengan fungsi pokoknya
yaitu fungasi konservasi, lindung dan produksi. Untuk menjaga keberlangsungan
fungsi pokok hutan dan kondisi hutan, dilakukan juga upaya rehabilitasi dan
reklamasi hutan dan lahan yang bertujuan selain mengembalikan kualitas hutan
juga meningkatkan pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga peran serta
masyarakat merupakan inti keberhasilannnya. Kesesuaian ketiga fungsi tersebut
sangat dinamis dan yang paling penting adalah agar dalam pemanfaatannya harus
tetap sinergi. Untuk menjaga kualitas lingkungan maka didalam pemanfaatan hutan
sejauh mungkin dihindari terjadinya konservasi dari hasil hutan alam yang
masaih produktif menjadi hutan tanaman.
Dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat yang berkeadilan, maka
usaha kecil, menengah dan koperasi mendapatkan kesempatan seluas-lusanya dalam
pemanfaatan hutan. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dan Badan Usaha Milik Swasta Indonesia (BUMS Indonesia) yang memperoleh
izin usaha dibidang kehutanan wajib bekerja sama dengan koperasi masyarakat
setempat dan secara bertahap memberdayakan untuk menjadi unit usaha koperasi
yang tangguh, mandiri dan profesional sehingga setara dengan pelaku ekonomi
lainnya.
Kerjasama dengan koperasi masyarakat setempat dimaksudkan agar
masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan merasakan dan mendapatkan
manfaat hutan secara langsung, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup mereka serta sekaligus dapat menumbuhkan rasa ikut memiliki.
Dalam kerjasama tersebut kearifan tradisional dan nilai-nilai keutamaan yang
terkandung dalam budaya masyarakat dan sudah mengakar dapat dijadikan aturan
yang disepakati bersama. Kewajiban BUMN, BUMD dan BUMS Indonesia bekerjasama
dengan koperasi bertujuan untuk memberdayakan koperasi masyarakat setempat agar
secara bertahap dapat menjadi koperasi yang tangguh, mandiri dan profesional.
Koperasi masyarakat setempat yang telah menjadi koperasi yang tangguh, mandiri
dan profesional diperlakukan setara dengan BUMN, BUMD dan BUMS Indonesia. Dalam
hal koperasi masyarakat setempat belum terbentuk, maka BUMN, BUMD dan BUMS
Indonesia tersebut dapat turut mendorong terbentuknya koperasi tersebut.
Untuk menjamin status, fungsi,
kondisi hutan dan kawasan hutan dilakukan upaya perlindungan hutan yaitu
mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia,
ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit. Termasuk dalam pengertian
perlindungan adalah mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan
perorangan atas hutan, kawasan hutan dan hasil hutan serta investasi dan
perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Agar pelaksanaan pengurusan hutan dapat mencapai tujuan dan
sasaran yang ingin dicapai, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib
melakukan pengawasan kehutanan. Masyarakat dan atau perorangan berperan serta
dalam pengawasan pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak
langsung sehingga masyarakat dapat mengetahui rencana peruntukan hutan,
pemanfaatan hasil hutan dan informasi yang menyangkut tentang kehutanan.
Pelaksanaan
setiap komponen pengelolaan hutan harus memperhatikan nilai-nilai budaya
masyarakat, aspirasi dan persepsi masyarakat, serta memperhatikan hak-hak
rakyat dan oleh karena itu harus melibatkan masyarakat setempat. Pengelolaan
hutan pada dasarnya menjadi kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Mengingat berbagai kekhasan daerah serta kondisi sosial dan lingkungan yang sangat berkait dengan
kelestarian hutan dan kepentingan masyarakat luas yang membutuhkan kemampuan
pengelolaan secara khusus maka pelaksanaan pengelolaan hutan di wilayah
tertentu dapat dilimpahkan kepada BUMN yang bergerak dibidang kehutanan, baik
berbentuk Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Jawatan (Perjan) maupun
Perusahaan Perseroan (pesero) yang pembinaannya dibawah Menteri. Untuk
mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dibutuhkan lembaga-lembaga penunjang
antara lain lembaga keuangan yang mendukung pendanaan pembangunan kehutanan,
lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pendidikan dan pelatihan serta
lembaga penyuluhan.
Hutan
sebagai sumber daya nasional harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
masyarakat sehingga tidak boleh terpusat pada seseorang, kelompok atau golongan
tertentu. Oleh karena itu pemanfaatan hutan harus didistribusikan secara
berkeadilan melalui peningkatan peran serta masyarakat sehingga masyarakat
semakin berdaya dan berkembang potensinya. Manfaat yang optimal bisa terwujud
apabila kegiatan pengelolaan hutan dapat menghasilkan hutan yang berkualitas
tinggi dan lestari.
F. Pengelolaan Hutan Dan Lingkungan Hidup
Pengelolaan hutan meliputi kegiatan :
a. tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan
hutan.
b. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan
hutan.
c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan.
d. Perlindungan hutan dan konservasi alam.
Tata hutan adalah kegiatan rancang bangun unit
pengelolaan hutan mencakup pengelompokan sumber daya hutan sesuai dengan tipe
ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh
manfaat yang sebesar besarnya bagi masyarakat secara lestari (Pasal 1 butir 1, Bab I tentang Ketentuan Umum, Peraturan Pemerintah No.34
Tahun 2002).
Tata hutan dilaksanakan dalam rangka pengelolaan kawasan
hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih besar (optimal)
dan lestari. Tata hutan meliputi pembagian kawasan hutan dalam blok-blok
berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan hutan. Blok-blok
kawasan hutan dibagi pada petak-petak berdasarkan intensitas dan efisiensi
pengeloalaan. Berdasarkan blok-blok dan petak-petak tersebut disusun rencana
pengelolaan hutan untuk jangka waktu tertentu.
Tata
hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan
penggunaan kawasan hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan.
Kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan
dan penggunaan hutan dilaksanakan pada wilayah hutan dalam bentuk Unit atau
Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), unit atau Kesatuan Pengelolaan
Hutan Lindung (KPHL), unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).
Kegiatan demi kegiatan pengeloalaan ini menjadi kewenangan pemerintah pusat
dan/atau pemerintah daerah dan dapat dilimpahkan oleh pemerintah kepada Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kehutanan.
Pelaksanaan
kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan dilakukan pada
setiap unit pengelolaan hutan di semua kawasan hutan yang meliputi :
a. Hutan konservasi yaitu kawasan hutan dengan
ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa (binatang) serta ekosistemnya. Hutan konservasi ini terdiri
dari kawasan hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam dan taman buru.
b. Hutan lindung yaitu kawasan hutan yang
mempunyai fungsai pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk
mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air
laut dan memelihara kesuburan tanah. Tata hutan pada hutan lindung dilaksanakan
pada setiap unit pengelolaan yang melakukan kegiatan penentuan batas-batas
hutan yang diatata, inventarisasi, identifikasi dan perisalahan kondisi kawasan
hutan, pengumpulan data sosial, ekonomi dan budaya di hutan danm sekitarnya,
pembagian hutan ke dalam blok-blok (blok perlindungan, blok pemanfaatan dan blok
lainnya), registrasi dan pengukuran serta pemetaan.
c. Hutan produksi yaitu kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil-hasil hutan. Tata hutan pada hutan
produksi memuat kegiatan penentuan batas hutan, yang ditata, inventarisasi
potensi dan kondisi hutan, perisalahan hutan, pembagian hutan ke dalam
blok-blok dan petak-petak, pemancangan tanda batas blok-blok dan petak-petak
tersebut, pembukaan wilayah dan sarana pengelolaan, registrasi dan pengukuran
serta pemetaan.
Berdasarkan hasil penataan hutan pada setiap unit atau
kesatuan pengelolaan hutan, maka disusunlah rencana pengelolaan hutan.
Perencanaan kehutanan dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan arah yang
menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Perencanaan kehutanan dilaksanakan
secara transparan, bertanggung jawab, partisipatif, terpadu serta memperhatikan
kekhasan dan aspirasi daerah.
Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan :
a. inverntarisasi hutan.
b. pengukuhan/pengukuran kawasan hutan.
c. penatagunaan kawasan hutan
d. pembentukan wilayah pengelolaan hutan.
e. penyusunan rencana kehutanan (Pasal 12, Bab IV tentang Perencanaan
Kehutanan UUK).
Rencana pengelolaan hutan memuat tentang perencaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi pengendalian dan pengawasan sebagai
dasar kegiatan pengelolaan hutan. Penyusunan rencana pengelolaan hutan meliputi
:
a. Rencana pengelolaan hutan jangka panjang yang
memuat rencana kegiatan secara makro tentang pedoman arahan serta dasar-dasar
pengelolaan hutan untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan dalam jangka waktu 20
tahun, disusun oleh instansi yang bertanggung jawab dibidang kehutanan Propinsi
dan disahkan oleh Menteri Kehutanan.
b. Rencana pengeloaan hutan jangka menengah
memuat rencana yang berisi penjabaran rencana pengelolaan hutan jangka menengah
5 tahun disusun oleh instansi yang bertanggung jawab dibidang kehutanan
Propinsi dan disahkan oleh Meneteri Kehutanan.
c. Rencana pengelolaan hutan jangka pendek memuat
rencana operasional secara detail yang merupakan penjabaran rencana pengelolaan
hutan dalam jangka waktu 1 tahun yang disusun oleh instansi yanmg bertanggung
jawab dibidang kehutanan dan disahkan oleh Gubernur (Pasal 14 ayat 1 dan 2, Bab II tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2002 Tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan).
Pemanfaatan hutan adalah bentuk kegiatan pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan,
pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta pemungutan hasil hutan kayu
dan bukan kayu secara optimal, berkeadilan untuk kesejahteraan masyarakat
dengan tetap menjaga kelestariannya. Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi
kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga
kelestariannya. Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan
hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman
nasional.
Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung adalah bentuk usaha menggunakan
kawasan pada hutan lindung dengan tidak mengurangi fungsi utama. Pemanfaatan hutan
lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan dan
pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui
pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa
lingkungan dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pemanfaatan kawasan pada
hutan produksi adalah bentuk usha untuk memanfaatkan ruang tubuh sehingga dapat
diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi yang optimal
dengan tidak mengurangi fungsi pokok hutan.
Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah segala bentuk usaha yang
memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan kayu dengan tidak merusak lingkungan
dan tidak mengurangi fungsi pokok hutan. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu
adalah segala bentuk usaha yang memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan bukan
kayu dengan tidak merusak lingkungan hidup dan tidak mengurangi fungsi pokok
hutan. Pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu adalah segala bentuk
kegiatan untuk mengambil hasil berupa
kayu dan/atau bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan hidup dan tidak
mengurangi fungsi pokok hutan
Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar
kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan
kawasan hutan lindung serta dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan
hutan.. penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dapat dilakukan
melalaui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan
batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Pada
kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola terbuka.
Rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya guna,
dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan
tetap terjaga.rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan :
a. reboisasi,
b. penghijauan,
c. pemeliharaan,
d. pengayaan tanaman atau
e. penerapan teknik konservasi tanah secara
vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak produktif. Kegiatan
rehabilitasi ini dilakukan disemua hutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam
dan zona inti taman nasional (Pasal 41
Bab V tentang Pengelolaan Hutan UUK).
Rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan berdasarkan
kondisi spesifik biofisik. Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan
diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka
mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat. Setiap orang yang memiliki,
mengelola dan atau memanfaatkan hutan yang kritis atau tidak produktif wajib
melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan dan konsevasi. Dalam
pelaksanaan rehabilitasi setiap orang dapat meminta pendamping, pelayanan dan
dukungan kepada lembaga swadaya masyarakat, pihak lain atau pemerintah.
Rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan secara bertahap,
dalam upaya pemulihan serta pengembangan fungsi sumber daya hutan dan lahan
baik fungsi hutan pruduksi, hutan fungsi lindung maupun hutan fungasi
konservasi. Upaya meningkatkan daya dukung aserta produktifitas hutan dan lahan
dimaksudkan agar hutan dan lahan mampu berperan sebagai sistem penyangga
kehidupan termasuk konservasi tanah dan air dalam rangka pencegahan banjir dan
pencegahan erosi. Kegiatan reboisasi dan penghijauan merupakan bagian
rehabilitas hutan dan lahan, kegiatan reboisasi dilaksanakan di dalam kawasan
hutan sedangkan kegiatan penghijauan dilaksanakan di luar kawasan hutan.
Rehabilitasi hutan dan lahan diprioritaskan pada lahan
kritis terutama yang terdapat dibagian hulu daerah aliran sungai agar fungsi
tata air serta pencegahan terhadap banjir dan kekeringan dapat dipertahankan
secara maksimal. Rehabilitasi hutan bakau dan hutan rawa perlu mendapat
perhatian yang sama sebagaimana pada hutan lainnya. Semetara pada hutan cagar
alam dan zona inti taman nasional tidak boleh dilakukan kegiatan rehabilitasi,
hal ini dimaksudkan untuk menjaga kekhasan, keaslian, keunikan dan keterwakilan
dari jenis flora dan fauna serta ekosistemnya.
Reklamasi hutan
suatu kegiatan yang meliputi usaha untuk memperbaiki atau memulihkan
kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal
sesuai dengan peruntukannya. Jenis kegiatan yang terkait dengan reklamasi hutan
meliputi inventarisasi lokasi, penetapan lokasi, perencanaan dan pelaksanaan
reklamasi.
Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan
di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan
produksi dan kawasan hutan lindung dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok
kawasan hutan. Jika penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di
luar kegiatan kehutanan mengakibatkan terjadinya kerusakan dan pencemaran
lingkungan hidup hutan, maka wajib dilakukan reklamasi dan atau rehabilitasi
sesuai dengan pola yang ditetapkan oleh pemerintah.
Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal pertambangan,
wajib dilaksanakan oleh pemegang izin pertambangan sesuai dengan tahapan
kegiatan pertambangan. Pihak-pihak yang menggunakan kawasan hutan untuk
kepentingan di luar kegiatan kehutanan yang mengakibatkan perubahan permukaan
dan penutupan tanah, wajib membayar dana jaminan reklamasi dan rehabilitasi.
Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan
membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh
perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakitserta mempertahankan
dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan
hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan
pengelolaan hutan (Pasal 1 butir 1, Bab
I Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan
Hutan). Perlindungan hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan
hutan, kegiatan perlindungan hutan ini dilaksanakan pada wilayah hutan dalam
bentuk Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan
Lindung (KPHL) dan Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).
Tujuan dan prinsip-prinsip perlindungan hutan agar
tercapai secara maksimal pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Penyelenggaraan
perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan
dan lingkungannya agar fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi
tercapai secara optimal dan lestari. Prinsip-prinsip perlindungan hutan dan
kawasan hutan merupakan merupakan usaha untuk :
a. mencegah dan membatasi kerusakan hutan,
kawasan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbauatan manusia, ternak,
kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit.
b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara,
masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi
serta peerangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan (Pasal
47, Bab V tentang Pengelolaan Hutan, UUK).
G. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan :
1. Tanggungjawab masyarakat Indonesia & Internasional terhadap pelestarian
fungsi hutan dan lingkungan hidup tidak terlepas dari manusia secara individu
dalam masyarakat yang mempunyai hubungan
timbal balik terhadap hutan dan lingkungan hidup. Manusia adalah sebagian dari
ekosistem. Manusia adalah pengelola pula dari sistem tersebut. Pelestarian fungsi
hutan dan lingkungan hidup sangat tergantung secara positif dari perilaku,
sikap dan tindakan perbuatan manusia terhadap pelestarian fungsi hutan dan
lingkungan hidup
2. Fungsi dan peranan hutan dan lingkungan hidup terhadap hidup dan kehidupan manusia
sangat dominan.dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga
hidup dan kehidupan makhluk hidup manusia dan makhluk hidup lainnya telah memberikan
manfaat yang sungguh sangat besar dan berarti bagi makhluk hidup manusia, oleh
karena itu penting dijaga kelestariannya.
3. Sistem dan pelaksanaan pengelolaan hutan dan
lingkungan hidup mengatur hak dan
kewajiban manusia makhluk hidup terhadap hubungan timbal balik dibutuhkan
instrumental juridis secara juridis formal yang memuat ketentuan-ketentuan,
norma-norma dan perangkat peraturan perundang-undangan diatur oleh pemerintah
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4. Penguasaan hutan oleh
negara bukan merupakan
pemilikan, tetapi
negara memberi
wewenang kepada pemerintah untuk mengatur
dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan
dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, mengatur dan menetapkan hubungan
hukum antara orang dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan serta mengatur
perbuatan hukum berkaitan dengan kehutanan. Mempunyai wewenang untuk memberikan
izin dan hak kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan dibidang kehutanan.
Saran :
1. Dibutuhkan penyempurnaan sistem pelestarian
dan pengelolaan hutan, sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi terciptanya
keseimbangan antara aspek pemanfataan hutan, sumber daya alam dan lingkungan
hidup sebagai modal pertumbuhan ekonomi (kontribusi sektor pertanian,
perikanan, kehutanan, pertambangan dan mineral dan lain sebagainya) dengan
aspek perlindungan terhadap fungsi hutan sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
2. Hutan sebagai modal pembangunan nasional
memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia,
baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi secara seimbang dan dinamis.
Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola,
dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan
masyarakat Indonesia baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.
3. Dalam rangka pelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup
dibutuhkan instrumentarium juridis formal dalam bentuk ketentuan, norma-norma,
atau perangkat peraturan perundang-undangan yang tegas untuk mengatur hubungan hukum
perilaku, sikap dan tindakan/perbuatan manusia terhadap hutan, sumber daya alam
dan lingkungan hidup dengan tujuan melindungi, melestarikan fungsi hutan,
sumber daya alam dan lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku :
Amsyari Fuad, “Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran
Lingkungan”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981.
Danusaputro, St. Munadjat, “Hukum Lingkungan”, Binacipta,
Bandung, 1980
Hardjasoemantri Koesnadi, “Hukum Tata Lingkungan”,
Gadjah Mada University Press, Jogyakarta, 2005
Syahrin Alvi, “Pengaturan Hukum Dan Kebijakan Pembangunan
Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan”, Pustaka bangasa Press, Medan, 2003
Soemarwoto Otto,
“Pengelolaan Manfaat dan Resiko
Lingkungan”, Lembaga Ekologi UNPAD, Bandung, 1981
B. Peraturan :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945.
UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Pokok-Pokok
Agraria.
UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya.
UU No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman.
UU No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
UU No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
UU No.19 Tahun 2004 Tentang Penetapan Perpu No.1 Tahun
2004 Tentang Perubahan Atas UU No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menjadi UU.
Peraturan Pemerintah (PP) No.34 Tahun 2002 Tentang
Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan
Penggunaan Kawasan Hutan.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 44 Tahun 2004 Tentang
Perencanaan Hutan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 2004 Tentang
Perlindungan Hutan.
Peraturan Presiden (PerPres) No. 7 Tahun 2005 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009.
Peraturan Menteri Kehutanan No.P.51/Menhut-II/2006
Tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul Kayu (SKAU).
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.62/Menhut-II/2006
Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan No.P.51/Menhut-II/2006 Tentang
Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul kayu (SKAU) Untuk Pengangkutan Hasil
Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak